Sabtu, 14 September 2013

PNS BPN Kab. Enrekang


Kabupaten Enrekang adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Enrekang. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.786,01 km² dan berpenduduk sebanyak ± 190.579 jiwa.

Ditinjau dari segi sosial budaya, masyarakat Kabupaten Enrekang memiliki kekhasan tersendiri. Hal tersebut disebabkan karena kebudayaan Enrekang (Massenrempulu') berada di antara kebudayaan Bugis, Mandar dan Tana Toraja. Bahasa daerah yang digunakan di Kabupaten Enrekang secara garis besar terbagi atas 3 bahasa dari 3 rumpun etnik yang berbeda di Massenrempulu', yaitu bahasa Duri, Enrekang dan Maiwa. Bahasa Duri dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Alla', Baraka, Malua, Buntu Batu, Masalle, Baroko, Curio dan sebagian penduduk di Kecamatan Anggeraja. Bahasa Enrekang dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Enrekang, Cendana dan sebagian penduduk di Kecamatan Anggeraja. Bahasa Maiwa dituturkan oleh penduduk di Kecamatan Maiwa dan Kecamatan Bungin. Melihat dari kondisi sosial budaya tersebut, maka beberapa masyarakat menganggap perlu adanya penggantian nama Kabupaten Enrekang menjadi Kabupaten Massenrempulu', sehingga terjadi keterwakilan dari sisi sosial budaya.

Penerimaan CPNS BPN RI TA 2013







Rabu, 31 Oktober 2012

Perbedaan Notaris Dengan PPAT


Masih adanya persepsi yang belum tepat di masyarakat kita tentang Notaris dan PPAT ( Pejabat Pembuat Akta Tanah ), yang menurut mereka bahwa Notaris dan PPAT adalah dua jabatan yang sama. Pada dasarnya Notaris dan PPAT adalah jabatan yang berbeda. Seorang yang menjadi Notaris belum tentu seorang PPAT, begitu pula sebaliknya.

1. Dasar Hukum 
  • Notaris : Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 : tentang Jabatan Notaris (UUJN)
  • PPAT   :  Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 : tentang Peraturan Jabatan PPAT (PJPPAT)
2. Pengangkatan 
  • Notaris : oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
  • PPAT   : oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional

3. Definisi 
  • Notaris : Pasal 1 UUJN : Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
  • PPAT  :  Pasal 1 PJPPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

4. Wewenang
  • Notaris : Pasal 15 UUJN : Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta.
  • Selain itu Notaris berwenang pula :
  1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
  2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
  3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
  4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
  5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
  6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
  7. Membuat akta risalah lelang.

  • PPAT     :  Pasal 2 PJPPAT : PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat Akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu
  • Akta yang dapat dibuat PPAT adalah sebagai berikut :
  1. Jual beli;
  2. Tukar menukar;
  3. Hibah;
  4. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
  5. Pembagian hak bersama;
  6. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik;
  7. Pemberian Hak Tanggungan;
  8. Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan.

  • Berdasarkan hal-hal tersebut di atas jelas terdapat perbedaan kewenangan antara Notaris dengan PPAT. Seorang Notaris memiliki kewenangan lebih luas dibanding seorang PPAT.
  • Jadi jika Anda ingin membuat sebuah dokumen, perhatikan dulu jenis dokumennya, dan akan lebih nyaman bagi Anda jika mendatangi seorang Notaris yang juga seorang PPAT.

Akta Tanah


Akta Tanah
Surat Tanda Bukti Peralihan Hak Atas Tanah


Surat (tulisan diatas kertas) ternyata menduduki posisi penting dimata hukum, sebab surat adalah salah satu alat bukti hukum, baik dalam ranah hukum perdata, pidana maupun tata usaha negara. Sebagai alat bukti, Surat terbagi dalam 2 bentuk, yaitu Akta dan Non Akta.

Suatu Surat dapat dikatakan Akta apabila dibuat untuk membuktikan sesuatu hal/peristiwa tertentu dan ditanda-tangani. Sedangkan Surat Non Akta adalah surat yang dibuat untuk maksud tertentu namun tidak ditanda-tangani, Contoh : Karcis, Tiket dll.  

Selanjutnya mengenai Akta, pada prinsipnya Akta bukanlah produk beschickkings (Keputusan/Kebijakan) Pejabat Umum (Pejabat TUN), melainkan lebih bersifat sebagai Partij Akte, sebab Akta hanya berisi/mengandung keterangan-keterangan tentang adanya suatu prestasi tertentu yang disepakati untuk dilaksanakan oleh beberapa Pihak yang menghadap Pejabat Umum, sehingga Pejabat Umum hanya mencatatkan keterangan dari para Pihak Penghadap.
 
Jika akta dilihat dari bentuknya, Akta terbagi atas : Akta Otentik (Authentiek) dan Akta Bawah Tangan  (Onderhans), yang perbedaan pokok keduanya terletak pada : Pembuatan dan Sifat Pembuktiannya, sebagaimana berikut ini

1. Pembuatan.
Akta Otentik adalah Surat yang dibuat oleh/dihadapan Pejabat Umum (Openbaar Ambtenaar) yang berwenang untuk itu (seperti : Notaris, PPAT, PPAIW, Hakim, Panitera, Juru Sita, Pejabat Lelang, Pejabat Catatan Sipil), di tempat akta itu dibuat dan bentuknya sebagaimana yang telah diatur oleh peraturan perundangan (Pasal 1868 KUHPerdata).

Sedangkan Akta Bawah Tangan adalah Surat yang dibuat sendiri oleh para Pihak yang bersangkutan tanpa bantuan Pejabat Umum dan bentuknyapun bebas menurut selera si Pembuat, misalnya Perjanjian Sewa–Menyewa rumah yang dibuat sendiri oleh para pihak (Pasal 1874 KUHPerdata).

2. Sifat Pembuktian.
Akta Otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut (Pasal 165 HIR, Pasal 285 RBg, dan Pasal 1870 KUHPerdata). Artinya apabila suatu Pihak mengajukan Akta Otentik, Hakim harus menerima dan mengganggap benar adanya segala apa yang ditulis dalam akta itu benar-benar terjadi, sehingga Hakim tidak boleh lagi memerintahkan penambahan pembuktian lagi.

Sedangkan Akta Bawah Tangan dapat menjadi alat pembuktian yang sempurna apabila pihak–pihak yang bertanda-tangan dalam akta mengakui kebenaran isi Akta itu. Akan tetapi jika ada pihak yang meyangkal kebenaran isi akta dimaksud, maka  Pihak yang mengajukan Akta Bawah Tangan harus membuktikan kebenaran tanda-tangan atau isi akta itu.

Akta Tanah.
Dalam artikel ini yang dimaksud dengan Akta Tanah adalah semua Surat yang dibuat oleh Pejabat yang berwenang ( Pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh peraturan perundangan ) dalam rangka pencatatan suatu perbuatan hukum atas tanah, sebagaimana dimaksud oleh Pasal  37 : 1 PP No 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang menegaskan bahwa :
Peralihan hak atas tanah dan hak atas satuan rumah susun melalui jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundangan yang berlaku ”.
Jadi untuk melakukan suatu perbuatan hukum atas tanah seperti : Jual–Beli, Tukar–Menukar, Hibah, Imbreng, Gadai dan Pembagian Hak Bersama harus menggunakan Akta PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah).

Perbuatan peralihan hak tanpa menggunakan Akta PPAT bukan berarti perbuatanya tidak sah atau batal, melainkan untuk proses administrasi pendaftaran peralihan haknya tidak dapat dilayani oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat, karena tidak sesuai Pasal 37 ayat 1 PP No. 24/1997.

Jenis Akta PPAT.
Selanjutnya atas dasar ketentuan seperti tersebut diatas, maka jenis – jenis Akta PPAT, terdiri dari beberapa jenis, seperti beikut ini (Pasal 95 PMNA/KBPN No. 3/1997) :

  1. Akta Hibah.
  2. Akta Jual–Beli.
  3. Akta Tukar-Menukar.
  4. Akta Pembagian Hak bersama.
  5. Akta Pemberian Hak Tanggungan.
  6. Akta Pemberian Hak Pakai atas Tanah Hak Milik.
  7. Akta Pemasukan Ke Dalam Perusahaan (Imbreng).
  8. Akta Pemberian Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Milik.

Akan tetapi tidak semua perbuatan peralihan tanah harus dibuatkan Akta PPAT, terdapat juga peralihan tanah, yang Surat/Aktanya dibuat oleh Pejabat lain yang dapat dipergunakan sebagai alas hak untuk mencatatkan peralihan hak atas tanah, seperti  :
  1. Akta Ikrar Wakaf–dibuat oleh PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf – Pasal 76 Ayat 1 i PMNA/KBPN no. 3/1997). 
  2. Risalah Lelang – dibuat oleh Pejabat Lelang (Pasal 108 PMNA/KBPN No. 3/1997 ). 
  3. Surat Penetapan Waris – dibuat oleh Pejabat yang berwenang, antara lain seperti : Hakim Lembaga Peradilan, Pejabat Catatan Sipil, Notaris, Camat, Lurah dll ( Pasal 111 PMNA/KBPN No. 3/1997)
Pembuatan Akta PPAT/PPAIW oleh Pejabat Umum yang bersangkutan harus dihadiri oleh Para Pihak (atau Kuasanya) dan disaksikan oleh minimal 2 Orang Saksi yang layak guna menyaksikan adanya perbuatan hukum atas tanah yang dimaksud (Pasal 101 PMNA/KBPN No. 3/1997).

Akta PPAT/PPAIW dibuat dalam 2 rangkap Asli, 1 Rangkap disimpan dalam Kantor PPAT/ PPAIW yang bersangkutan, 1 Rangkap disampaikan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/kota setempat untuk keperluan pendaftaran dan kepada Pihak yang bersangkutan diberikan Salinannya (Pasal 102 PMNA/KBPN No. 3/1997 ).  

Fungsi Akta Tanah.
Akta Tanah berfungsi sebagai alas hak dalam rangka : 
  1. Terhadap Tanah yang sudah bersertifikat, untuk mendaftarkan peralihan hak atas tanah. Dengan kata lain bahwa Akta Tanah berfungsi sebagai alas hak guna proses balik nama Sertifikat Hak Atas Tanah.
  2. Sedangkan terhadap Tanah yang belum bersertifikat Akta berfungsi sebagai alas hak dalam rangka permohonan penerbitan hak baru (penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah-Pasal 106 PMNA/KBPN No. 3/1997).
Kesimpulan.
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa : 
  1. Pada prinsipnya Akta Tanah merupakan Akta Otentik , yaitu Akta yang dibuat oleh Pejabat yang berwenang untuk itu (ditunjuk oleh peraturan perundangan) dalam rangka suatu perbuatan hukum atas tanah yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dihadapan hukum bagi Pihak yang bersangkutan. Kecuali ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya atau Akta itu palsu atau cacad hukum. 
  2. Akta PPAT/PPAIW tidak dapat digugat melalui Lembaga Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN), melainkan hanya melalui Lembaga Peradilan Umum saja, karena Akta bersifat Partij Akte, bukan beschikkings (Keputusan/Kebijakan) Pejabat Tata Usaha Negara. 

Selasa, 23 Oktober 2012

Sistim Kepemilikan Tanah Di Berbagai Negara

Azas kepemilikan tanah diberbagai Negara tidak selalu sama, masing - masing Negara memiliki ciri khas tersendiri sesuai dengan hukum negara yang bersangkutan, sebagaimana berikut ini :
INDONESIA

Berdasarkan Undang-Undang No. 5/1960 (UUPA), kepemilikan tanah di Indonesia pada prinsipnya menganut Azas Pemisahan Horizontal. Artinya bahwa tanah yang dapat dikuasai dan dimiliki hanyalah sebatas pada permukaan bumi saja (kulit bumi) beserta ruang yang ada diatasnya setinggi sewajarnya dalam rangka penggunaan tanah tersebut.

Sedangkan benda-benda lain yang ada diatas tanah, dan segala kandungan mineral dan lain-lain yang ada dibawahnya, tunduk pada ketentuan hukum yang lain (tidak menyatu dengan tanah).
***
AMERIKA SERIKAT ( USA )

Sistim kepemilikan tanah di Amerika Serikat menganut Azas Perlekatan Mutlak. Sebagaimana diatur dalam hukum tanahnya, yang terjemahan bebasnya kurang lebih sebagai berikut :
" Barangsiapa yang memiliki tanah, Dia juga memiliki segala apa yang ada dibawahnya sampai ke pusat bumi, dan segala apa yang ada diatasnya sampai ke surga ".
***
BRITANIA RAYA
( UNITED KINGDOM ) 
Sistim kepemilikan tanah di Kerajaan United Kingdom (Inggris Raya + Irlandia Utara) pada prinsipnya menganut Azas Perlekatan (accsesie). Artinya bahwa kepemilikan tanah tidak hanya meliputi permukaan bumi saja, melainkan termasuk apa yang ada dipermukaan dan dibawah tanah, sebagaimana dalam The Law of The Property Right 1925 dan Trust of Land and Appoinment of Trustees Act 1996, yaitu :

  1. Kepemilikan atas permukaan bumi beserta unsur-unsur yang terdapat dipermukaan.
  2. Bagian bawah bumi beserta unsur - unsur yang terdapat didalamnya.
  3. Semua produk alam, dan
  4. Air.
***

AUSTRALIA 
Sistim kepemilikan tanah di Australia, hampir mirip dengan Indonesia. Artinya tanah yang dapat dimiliki anyalah permukaan bumi saja, sedangkan bahan mineral yang ada dibawahnya dalam bumi adalah milik Crown (Negara), selanjutnya Negaralah yang akan memberikan bahan mineral tersebut kepada Sang Pemilik tanah.
***
TAIWAN
( Republic of China )
Sistim kepemilikan tanah di Republik Of China (Taiwan) berdasarkan The Land Act 1930, hampir mirip dengan Indonesia, kepemilikan tanah tidak meliputi kepemilikan benda-benda mineral yang ada didalam tanah. Bahan mineral akan diberikan kepada pihak yang ditetapkan berdasarkan Undang - Undang lain (The Minning Industry Act).
***
MALAYSIA 
Sistim kepemilikan tanah di Kesultanan Malaysia sebagaimana diatur dalam Federal Malay States Code 1965, persis dengan Inggris, pada prinsipnya menganut Azas Perlekatan. Artinya bahwa kepemilikan tanah meliputi pula :
  1. Kepemilikan atas permukaan bumi beserta unsur - unsur yang terdapat dipermukaan.
  2. Bagian bawah bumi beserta unsur - unsur yang terdapat didalamnya.
  3. Semua produk alam, dan
  4. Air.
***
SINGAPURA

Berdasarkan Land Title Act 1970, Singapura menerapkan azas perlekatan, persis negara induknya ; Inggris dan Malaysia (dahulu Singapura adalah koloni Inggris dan pernah menyatu dengan Malaya/Malaysia).
***
VIETNAM
Pada prinsipnya sistim kepemilikan tanah di negara sosialis sama, tanah dikuasai dan dimiliki oleh Negara. Demikian juga halnya dengan Vietnam, tiap orang diberi jatah untuk rumah tinggal yang harus dibangun keatas, tidak boleh kesamping. Penguasaan tanah diperkenankan melebihi jatah yang diberikan namun harus membayar pajak/sewa yang tinggi (progresif). 

Sedangkan untuk tanah pertanian akan diberikan jatah seluas 1 Ha. Jika pengelolaannya berhasil akan diberi tambahan 2 kali lipat dengan jangka waktu 50 Tahun. Pemerintah juga mendirikan Agri Bank untuk mendukung usaha pertanian.
***









Hukum Pertanahan Di Belanda Dan Indonesia


Proyek “the Building Blocks lor the Rule of Law” (Bahan-bahan pemikiran tentang Pengembangan Rule 01 Law/Negara Hukum) diprakarsai oleh Universitas Leiden dan Universitas Groningen dari Belanda, serta Universitas Indonesia. Proyek ini dimulai pada Januari 2009 dan sesuai jadual akan diakhiri pada September 2012. Keseluruhan rangkaian kegiatan daIam proyek ini terselenggara berkat dukungan finansial dari the Indonesia Facility, diimplementasikan oleh NL Agency, untuk dan atas nama Kementerian Belanda untuk Urusan Eropa dan Kerjasama Intemasional (Dutch Ministry of European Affairs and International Cooperation).

Tujuan jangka panjang dari proyek ini adalah memperkuat ikhtiar pengembangan negara hukum (rule oflaw) Indonesia, membantu Indonesia mengembangkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan memajukan pembangunan ekonomi (economic development) dan keadilan sosial (social justice).

Sejak awal proyek dirancang rangkaian pelatihan terinci yang mencakup bidang-bidang telaahan hukum perburuhan, hukum pidana, hukum keperdataan dan studi sosio-legal. Sebagai perwujudan rencana tersebut antara Januari 2010 dan Juli 2011, tigabelas Iokakarya yang mencakup bidang-bidang kajian di atas diselenggarakan di sejumlah lokasi berbeda di Indonesia. Lokakarya-lokakarya demikian melibatkan pengajar-pengajar hukum terkemuka, baik dari Universitas Leiden dan Groningen maupun dari lakultas-Iakultas hukum di Indonesia. Peserta lokakarya adalah stal pengajar dari kurang lebih delapan puluh fakultas hukum dari universitas-universitas di seluruh Indonesia. Proyek ini akan dituntaskan dengan penyeIenggaraan pada pertengahan 2012 konferensi intemasional di Universitas Indonesia.

Rangkaian buku pegangan dengan judul ‘Building Blocks for the Rule of Law’ yang merupakan kumpulan tulisan dari para instruktur dari pihak Belanda dan Indonesia serta masukan-masukan berharga dari peserta kursus merupakan hasil konkret dari proyek tersebut di atas.