Apa yang ditulis Usep Setiawan, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria melalui kolom opini Kompas “Kuasa Modal dan Reforma Agraria”, Kamis 17 April 2006 bahwa ada tiga tantangan menanti di depan mata jika kembali ke UUPA, menurut kami masih ada hal yang sangat mendasar yang menantang jika kita mau kembali ke UUPA, yaitu:
Pertama, sejak UUPA diundangkan tahun 1960 kondisi infrastruktur pertanahan dalam bentuk sistem informasi pertanahan nasional (SIMTANAS) belum pernah ditegaskan sebagai prioritas nasional kecuali sejak Tap MPR No. IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Akan tetapi langkah konkrit membangun SIMTANAS pasca Tap MPR No. IX Tahun 2001 belum dapat memberikan kejelasan berapa tahun infrastruktur pertanahan berbasis bidang tanah dapat terbangun serempak di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tanpa dukungan SIMTANAS pelayanan lokasi sesuai dengan rencana tata ruang bagi pembangunan fisik penanaman modal terpaksa melewati proses pengambilan keputusan yang memakan waktu karena tidak didukung oleh data penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) yang terbuka bagi umum. Dengan demikian maka penyelenggaraan administrasi pertanahan kondisi saat ini tidak mampu mendukung sukses pembangunan sosial ekonomi yang berkelanjutan sekalipun telah diundangkannya UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Penanaman modal dalam ekonomi global menerapkan e-Government, e-Payment, e-Commerce mutlak memerlukan kisiapan SIMTANAS.
Kedua, sekalipun SIMTANAS sudah siap, kelembagaan yang melakukan administrasi P4T belum didukung oleh lembaga yang memadai. Lembaga Pemerintah yang mengelola administrasi pertanahan belum mampu mengadministrasikan secara tuntas, akurat, dan cepat atas perubahan-perubahan yang terjadi baik menyangkut subyek maupun obyek jika hanya sampai tingkat Kabupaten/Kota. Ekonomi global mengakibatkan gerakan perubahan subyek dan obyek atas tanah berlangsung cepat. Lembaga yang ada harus mampu mengimbangi perubahan-perubahan cepat tersebut.
Lembaga pengelola bidang tanah P4T hingga desa/kelurahan dan Kecamatan yang terkoneksi secara nasional dalam SIMTANAS mutlak diperlukan jika UUPA akan dilaksanakan secara konsekuen.
Dengan demikian maka tanpa mengecilkan tiga tantangan yang telah dikedepankan Usep Setiawan untuk kembali ke UUPA, dua tambahan tantangan yang diuraikan di atas telah dimulai langkah mengatasinya (taraf uji coba dan duplikasi awal) yaitu melalui Manajemen Pertanahan Berbasis Masyarakat (MPBM). MPBM tidak hanya memberikan kepastian ketersedian tanah siap dibagi mendukung sukses Program Reforma Agraria kondisi clear, clean dan fresh dari aspek P4T, MPBM menempuh pendekatan pemberdayaan masyarakat akan mampu mengerakkan rakyat melawan Neokolonialisme-Imprealisme modern karena MPBM diformat membangun kemadirian masyarakat desa secara serempak dengan tetap melakukan pembinaan kesadaran pelestarian lingkungan. MPBM baru tarap sosialisasi dan dimulai di Jawa Tengah.
Mantan Kakanwil BPN Jawa Tengah, pernah menjabat
Kapulitbang BPN Pusat dan
Direktur Pengelolaan Tanah Negara, Tanah Terlantar dan Tanah Kritis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar